Dalam dunia hewan, untuk melangsungkan kehidupannya hewan memiliki mekanisme adaptasi terhadap lingkungannya. Umumnya adaptasi dilakukan untuk merespon perubahan lingkungan atau bertahan hidup. Secara umum adaptasi hewan terbagi atas adaptasi morfologi (bentuk tubuh), adaptasi fisiologi (fungsi tubuh), dan adaptasi perilaku. Salah satu bentuk adaptasi perilaku adalah thanatosis (perilaku pura-pura mati). Pada hewan thanatosis adalah perilaku adaptif sebagai mekanisme pertahanan dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Umumnya perilaku thanatosis digunakan untuk menyelamatkan diri dari pemangsaan misalnya pada burung (Cyanocitta cristata), yang berpura-pura mati ketika bertemu predator. Namun sebaliknya perilaku ini juga digunakan oleh hewan untuk mendapatkan mangsanya, misalnya dilakukan oleh ikan (Nimbochromis livingstonii) dan kumbang (Claviger tertaceus) yang berpura-pura mati untuk mendapatkan mangsanya. Perilaku thanatosis tidak hanya berlaku pada interaksi hewan terhadap spesies lainnya, namun perilaku ini juga digunakan oleh beberapa hewan individu jantan untuk menghindari pemangsaan dari pasangannya (kanibalisme seksual). Thanatosis secara seksual adalah salah satu perilaku paling langka di alam. Perilaku thanatosis pada pasangan kawin hewan telah dikenal pada laba-laba dan belalang sembah. Pada kedua hewan tersebut, individu jantan akan dimangsa oleh pasangan betinanya sesaat setelah terjadinya kopulasi (sanggama).
Berbeda halnya dengan kedua jenis tersebut, dari hasil penelitian Rassim
Khelifa dari University of Zurich menunjukkan bahwa terjadi pelecehan seksual
individu jantan terhadap individu betina yang dalam fase reproduksi capung Aeshna juncea. Hasil tersebut ditemukan secara tidak sengaja
ketika dia mengumpulkan telur capung (odonata) untuk keperluan eksperimen
laboratorium tentang respon larva terhadap suhu. Dia melihat capung jatuh ke tanah saat dikejar
capung lain, ketika didekati ternyata individu yang jatuh adalah betina dan dia
terbaring dan bergerak dan terbalik di tanah, posisi terbalik adalah posisi
tubuh capung yang tidak umum. Individu jantan
melayang di atas individu betina selama beberapa detik dan kemudian pergi. Ketika akan dipegang, individu betina yang
terbaring di tanah langsung terbang menjauh.
Timbul hipotesis: apakah dia baru saja menipu laki-laki itu? Apakah dia
memalsukan kematian untuk menghindari pelecehan pria?
Untuk membuktikan hipotesisnya Rassim Khelifa melakukan pengujian terhadap
35 individu betina capung A. juncea
selama 72 jam. Setelah melakukan proses kopulasi (sanggama),
pejantan melepaskan diri dari betina dan terbang menjauh. Betina bertelur (oviposisi) secara soliter
tanpa perlindungan jantan. Kondisi tersebut
menyebabkan betina sangat rentan dari paksaan jantan lain yang belum mendapatkan
pasangan kopulasi, karena kopulasi (bersanggama) sekali lagi dapat merusak
saluran reproduksi mereka. Sehingga bisa
menurunkan tingkat kesuksesan regenerasinya.
Untuk mengatasi tekanan ini, betina menunjukkan strategi perilaku
preventif dan protektif untuk menghindari paksaan selama oviposisi dan keluar
dari tempat reproduksi.
Dari 35 individu betina yang diamati ketika terbang dari tempat
reproduksinya 4 individu tetap terbang, semuanya dicegat oleh individu jantan. Sedangan 31 individu betina lainnya melakukan
thanatosis dengan menjatuhkan diri ke tanah atau kerumput. Dari 31 yang
menjatuhkan diri, terdapat 21 individu yang berhasil menipu individu jantan dan
sisanya dilecehkan individu jantan. Tingginya frekuensi thanatosis menunjukkan
bahwa perilaku ini biasa terjadi pada capung A. juncea tersebut. Selain itu, jantan tidak dapat mendeteksi
betina yang tidak bergerak menyoroti pentingnya gerakan bagi jantan untuk
mendeteksi betina.
Untuk memperkuat hasil pengujiannya Rassim Khelifa mengambil 31 betina yang
melakukan pura-pura mati (thanatosis), 27 betina berhasil lolos, hal tersebut
membuktikan ketika melakukan thanatosis mereka melakukan dalam keadaan sadar sempurna
dan siap menghindari gangguan dan mungkin pemangsa.
Perilaku thanatosis tersebut terbukti memperbesar peluang regenerasi dari
capung A. juncea. Perilaku thonosis yang dilakukan individu
betina tersebut merupakan kejadian langka di hewan dan kemunginan satu-satunya
perilaku di ordo odonata (capung) yang telah diteliti selama ini (Ihsan Mallo).
Rujukan utama: Rassim Khelifa R.
2017. Faking
death to avoid male coercion: Extreme sexual conflict resolution in a dragonfly. Ecology, 0(0), 2017, pp. 1–3. DOI: 10.1002/ecy.1781
Tidak ada komentar:
Posting Komentar