Hewan ini telah lama mengundang
kontroversi. Dipopulerkan pertama kali di dunia Barat oleh Gulielmi Pisonis
dalam bukunya, Indie Utriusque re Natural et Medica, yang diterbitkan di
Amsterdam tahun 1658. Dalam sampul buku berbahasa Latin dan berisi ramuan
obat-obatan itu dilukis dua lelaki bersama dengan beberapa hewan aneh. Salah
satunya adalah hewan seukuran anjing dengan empat taring yang mengerikan.
Sepasang taring tajam muncul dari moncong
dan sepasang lainnya keluar dari hidung lalu melengkung hingga mendekati mata.
Ekornya kecil dan melingkar, cuping telinganya kecil dan tegak ke atas, serta
tapak kaki seperti rusa.
Konon, Pisonis menggambar sosok binatang
aneh itu berdasarkan tengkorak babirusa sulawesi. Namun, bentuk tubuh dan
kepala binatang ini aneh, menyebabkan banyak orang mengira binatang ini hanya
ada di dunia dongeng.
Dua ratus tahun kemudian, naturalis
Inggris, Alfred Russel Wallace, untuk pertama kalinya bersua dengan babirusa di
hutan Sulawesi. Pada 1858, Wallace mengunjungi Sulawesi dalam perjalanannya
menjelajah Nusantara. Dia dibingungkan dengan keberadaan babirusa, yang menurut
dia tidak ada padanannya dengan hewan lain di dunia.
Hewan endemis Sulawesi ini memiliki ukuran
tubuh panjang 85-105 cm, tinggi 65-80 cm, dan berat tubuh 90-100 kg. Binatang
langka ini juga mempunyai ekor yang panjangnya sekitar 20 cm.
Berbeda dengan babi hutan yang biasa
mencari makan dengan menyuruk tanah, babirusa memakan buah-buahan dan membelah
kayu-kayu mati untuk mencari larva lebah. Babirusa menyukai mangga, buah pangi,
jamur, dan dedaunan.
Babirusa betina hanya melahirkan sekali
dalam setahun dengan jumlah bayi satu sampai dua ekor sekali melahirkan. Masa
kehamilannya 125 hari hingga 150 hari. Setelah melahirkan, bayi babirusa akan
disusui induknya selama satu bulan. Setelah itu, bayi babirusa mencari makanan
sendiri di hutan bebas. Hewan endemis ini dapat bertahan hingga berumur 24
tahun.
Babirusa tersebar di seluruh Sulawesi
bagian utara, tengah, dan tenggara. Wilayah yang diduga masih menjadi habitat
babirusa, antara lain, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (Sulawesi
Utara-Gorontalo), Cagar Alam Panua (Sulawesi Utara), dan Suaka Marga Satwa
Nantu (Gorontalo). Adapun di Cagar Alam Tangkoko (Sulawesi Utara) dan Suaka
Margasatwa Manembo-nembo (Sulawesi Utara) babirusa dianggap telah punah.
Populasi hingga sekarang tidak diketahui
dengan pasti. Namun, berdasarkan persebarannya yang terbatas oleh IUCN Red
List, satwa endemis ini didaftarkan dalam kategori konservasi vulnerable
(rentan) sejak 1986. Dan, oleh CITES binatang ini didaftar dalam Apendiks I
yang berarti tidak boleh diburu dan diperdagangkan.
Berkurangnya populasi babirusa diakibatkan
oleh perburuan untuk mengambil dagingnya yang dilakukan oleh masyarakat
sekitar. Selain itu, rusaknya habitat utama hewan endemis ini dan jarangnya
frekuensi kelahiran juga membuat satwa endemis ini semakin langka.
Kompas.com
Sumber
artikel: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2016/06/29/satwa-aneh-dari-dunia-dongeng-hanya-ada-di-sulawesi?fbclid=IwAR1CfuYbKUAgZAC1QcUjlodLj-3gmsq3yQSOkExqwQ3LPq86hUWAoaDOyTw
Tidak ada komentar:
Posting Komentar