Kamis, 27 Mei 2021

CERITA WANITA YANG HILANG DAN BERTAHAN HIDUP 17 HARI DI HUTAN HAWAII

 

Amanda Eller ditemukan selamat setelah hilang 17 hari di hutan Hawaii. Begini cerita dramatisnya, saat dia bertahan hidup tanpa perbekalan.  Dirangkum detikcom dari CNN, Minggu (26/5/2019) wanita itu bernama Amanda Eller. Ceritanya pada tanggal 8 Mei kemarin, Amanda mendatangi Makawao Forest Reserve di Maui, Hawaii untuk trekking. Namun setelahnya, Amanda tidak ada kabar. Pihak keluarga lantas mendatangi tempat tersebut, yang kemudian ditemukan mobil miliknya dan ponselnya.

Pencarian besar-besaran lantas dilakukan tim SAR sampai menggunakan helikopter. Hingga akhirnya pada Sabtu (24/5) kemarin setelah 17 hari, tim helikopter berhasil menemukan Amanda. Dia terlihat ada di antara 2 air terjun jauh di dalam hutan! Amanda ditemukan dalam keadaan selamat, meski kakinya terluka parah dan tubuhnya terlihat kurus.

Bagaimana Amanda bertahan hidup di dalam hutan tersebut?

Dalam wawancara dengan New York Times, Amanda menceritakan kisah bertahan hidupnya selama 17 hari di hutan Hawaii. Pertama, dia menjelaskan kalau dirinya hanya trekking singkat. Tapi justru, tersesat saat mau kembali ke mobil. "Saya tersesat saat itu. Ketika saya berjalan ke arah mobil, rasanya malah makin masuk ke dalam hutan," kata Amanda.

SERUPA TAPI TAK SAMA, KENALI BEDA KATAK DAN KODOK

 

Katak dan kodok sama-sama merupakan hewan amfibi alias makhluk hidup yang dapat hidup di darat dan air. Keduanya juga memiliki masa hibernasi dan musim kawin yang sama. Meski secara fisik keduanya terlihat sama, sebenarnya terdapat perbedaan katak dan kodok yang cukup banyak.

Perbedaan mencolok pertama terlihat pada tekstur kulit. Merujuk Livescience, katak dan kodok memiliki tekstur kulit berbeda. Tekstur kulit pada katak lebih halus dan lembap. Secara visual, kulit katak terlihat tipis dan mudah kering, sehingga katak tidak pernah jauh dari genangan air maupun tempat lembap. Sementara kodok memiliki tekstur kulit yang kasar dan kering. Pada kulitnya juga terdapat banyak tonjolan kecil di sekujur tubuh. Kulit kodok juga terasa lebih tebal dan kering sehingga lebih mampu bertahan hidup di tempat yang kering.

Perbedaan kedua terletak pada warna. Warna kulit katak biasanya cerah serta beragam, seperti kuning, merah, biru, dan lain sebagainya. Selain cerah, kulit katak juga terlihat lebih mengilap. Sementara pada kodok umumnya hanya memiliki dua warna yakni cokelat dan hijau, melansir Discoverwildlife.

Kamis, 29 April 2021

SETENGAH KEHIDUPAN ALAM LIAR TERANCAM PUNAH DALAM 100 TAHUN…

 

Setengah dari kehidupan alam liar dan 60 persen tanaman di banyak hutan besar di dunia terancam punah dalam satu abad ke depan. Hal itu sangat mungkin terjadi jika manusia tidak segera bertindak menanggulangi pemanasan global.  Dilansir dari Time.com pada Kamis (15/3/2018), pernyataan di atas didapat dari hasil penelitian ilmiah oleh World Wildlife Fund, bekerja sama dengan Universitas Anglia Timur dan Universitas James Cook, yang dimuat di jurnal Climatic Change.

Hasil penelitian tersebut memperingatkan bahwa pemanasan global dan beragam fenomena terkait, seperti badai ekstrem, tidak teraturnya curah hujan, serta kekeringan panjang, dapat menimbulkan ancaman keras terhadap kelangsungan banyak biodiversitas, seperti lembah Sungai Amazon, Kepulauan Galapagos, bagian tenggara Australia, serta pantai-pantai di kawasan Eropa dan Karibia.

"Hari-hari yang semakin panas, kekeringan dalam waktu panjang, dan berbagai bencana intens lainnya akan dianggap 'kenormalan' baru, tapi mengancam kelangsungan makhluk hidup di banyak bagian di Bumi," ujar Nikhil Advani, ahli cuaca yang memimpin penelitian terkait.

Selasa, 09 Maret 2021

HINDARI PELECEHAN, CAPUNG BETINA PURA PURA MATI

 

Dalam dunia hewan, untuk melangsungkan kehidupannya hewan memiliki mekanisme adaptasi terhadap lingkungannya.  Umumnya adaptasi dilakukan untuk merespon perubahan lingkungan atau bertahan hidup.  Secara umum adaptasi hewan terbagi atas adaptasi morfologi (bentuk tubuh), adaptasi fisiologi (fungsi tubuh), dan adaptasi perilaku.  Salah satu bentuk adaptasi perilaku adalah thanatosis (perilaku pura-pura mati).  Pada hewan thanatosis adalah perilaku adaptif sebagai mekanisme pertahanan dalam menjaga kelangsungan hidupnya.  Umumnya perilaku thanatosis digunakan untuk menyelamatkan diri dari pemangsaan misalnya pada burung (Cyanocitta cristata), yang berpura-pura mati ketika bertemu predator. Namun sebaliknya perilaku ini juga digunakan oleh hewan untuk mendapatkan mangsanya, misalnya dilakukan oleh ikan (Nimbochromis livingstonii) dan kumbang (Claviger tertaceus) yang berpura-pura mati untuk mendapatkan mangsanya.  Perilaku thanatosis tidak hanya berlaku pada interaksi hewan terhadap spesies lainnya, namun perilaku ini juga digunakan oleh beberapa hewan individu jantan untuk menghindari pemangsaan dari pasangannya (kanibalisme seksual).  Thanatosis secara seksual adalah salah satu perilaku paling langka di alam.  Perilaku thanatosis pada pasangan kawin hewan telah dikenal pada laba-laba dan belalang sembah.  Pada kedua hewan tersebut, individu jantan akan dimangsa oleh pasangan betinanya sesaat setelah terjadinya kopulasi (sanggama).

Senin, 08 Maret 2021

TROIDES HELENA, SATWA EKSOTIK DIKALANGAN KOLEKTOR SERANGGA

 

Pernahkah kalian melihat kupu-kupu ini?

Kalau ada yang pernah melihatnya, mungkin kamu bisa terpilih sebagai duta konservasionis: yahh.. sebagai masyarakat awam mungkin melihat kupu-kupu ini sama saja seperti kupu-kupu biasa pada umumnya yang terbang disekitaran kita, padahal kupu-kupu satu ini sebagai satwa eksotik yang dilindungi keberadaannya.

Kupu-kupu ini sering ditemukan dalam perdagangan satwa liar karena popularitasnya di kalangan kolektor kupu-kupu.  Karena bisa mengancam populasi dari kupu-kupu, maka kupu-kupu dengan jenis Troides helena dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 106 tahun 2018 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, tercantum dalam Appendix II CITES, dan status Least Concern (LC) dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List

Minggu, 07 Maret 2021

BERTEMU ULAR HITAM. PERTANDA?

 

Desa Bulili merupakan salah satu Desa yang berada di Wilayah Kecamatan Nokilalaki Kabupaten Sigi yang berbatasan langsung dengan wilayah administrasi taman nasional lore lindu. Masyarakat di Desa Bulili terfokus di bidang pertanian dan perkebunan yang merupakan potensi unggulan. Komoditas kakao, jagung, singkong, kemiri dan tanaman hortikultura sangat dominan didukung oleh lahan yang subur, iklim yang baik serta kemampuan petani dalam bidang pertanian yang memadai.

Saat ini komoditas kakao tidak produktif lagi menghasilkan buah sehingga masyarakat pemilik kebun lebih mengandalkan kemiri dalam pemenuhan kebutuhan perekonomian keluarga. Kemiri yang telah menghasilkan buah yang siap panen akan berjatuhan dengan sendirinya yang kemudian dikumpulkan oleh sang pemilik kebun.

Ketika sedang mengumpulkan buah kemiri yang berserakan disekitar pohonnya, pemilik kebun sekaligus penulis bersama rekan yang juga anggota Rimpala Gagas (Syarif) dikejutkan dengan seekor ular di salah satu ranting pohon kemiri. Karena penasaran akan jenis ular tersebut maka rekan penulis (Syarif) berusaha untuk menangkap ular tersebut dengan menggunakan ranting pohon sebagai tongkat agar terhindar dari gigitan ular tersebut. Usaha untuk menangkap ular tersebut akhirnya gagal karena merasa terancam sehingga ular tersebut melebarkan kepalanya menyerupai sendok. Melihat reaksi ular ketika terancam dapat dipastikan bahwa jenis ular tersebut adalah kobra. Ular dengan corak atau warna tubuh yang hitam legam ini masyarakat lokal menyebutnya dengan ular hitam.

Kamis, 25 Februari 2021

KUPU-KUPU Udara camenae euphon di GERBANG TELAGA TAMBING

 

Wabah covid 19 yang terjadi sejak tahun 2020 hingga saat ini telah menyebabkan banyak perubahan pada semua aspek kehidupan di bumi. Untuk mengurangi resiko penularan covid 19 yang semakin melonjak pihak Taman Nasional Lore Lindu melakukan pembatasan pengunjung yang datang berlibur di kawasan Taman Nasional Lore Lindu khususnya di objek wisata Telaga Tambing. Wabah covid 19 yang tak kunjung berakhir yang menyebabkan pembatasan masuk di objek wisata Telaga Tambing  makin diperparah dengan kejadian penyerangan terhadap masyarakat yang mengakibatkan terjatuhnya korban jiwa sebanyak 4 orang di Desa Lembantongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi pada hari Jumat tanggal 27 November 2020. Menyikapi hal tersebut, pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu mengambil keputusan dengan menutup sementara aktifitas pelayanan pengunjung ke kawasan Taman Nasional Lore Lindu sejak tanggal 30 November 2020 hingga adanya pemberitahuan selanjutnya.